Rabu, 06 Januari 2016

The Suicide Photographer

The Suicide Photographer

Aku adalah seorang fotografer.
Orang-orang membenci pekerjaanku. Anda mungkin akan bertanya mengapa. Tetapi ketika Anda melihat foto-fotoku, Anda akan mengerti. Pekerjaanku sangatlah kontroversial. Aku sangat bangga dengan pekerjaanku, karena mungkin aku adalah satu-satunya yang mengadopsi gaya ini. Aku mengambil foto orang bunuh diri.

Tidak peduli ke mana aku pergi, aku selalu membawa kameraku, siap untuk memotret apa saja yang mungkin terjadi. Mengejutkannya, banyak sekali kasus bunuh diri di kotaku. Aku pastinya sudah bersiap-siap.

Yang paling umum adalah orang melompat dari gedung atau atap rumah. Tentu saja ada kerumunan yang memohon orang itu untuk turun, jadi aku langsung tahu apa yang akan kulakukan. Aku bergerak untuk mendapatkan perspektif yang baik, mengatur kamera, dan memotret tepat saat orang itu terjun ke kematiannya. Aku mengambil beberapa foto satu demi satu sehingga mendapatkan hasil yang sempurna. Orang-orang di sekitar berteriak dan memanggilku manusia tak berperikemanusiaan.

Sebaliknya, aku merasa lebih peduli daripada mereka. Orang itu ingin mengakhiri hidupnya karena mempunyai alasan yang hampir sempurna. Aku menunjukkan kepadanya dukungan dan kebaikan dengan memotret saat-saat terakhir mereka. Namun, aku tidak ingat kapan terakhir kali aku tersenyum.

Aku memiliki sebuah ruangan gelap yang indah untuk memajang foto-fotoku yang kutempelkan ke dinding. Aku mempunyai foto orang menggantung, menembak dirinya sendiri, minum pil racun atau sianida, melompat di depan kereta api, menusuk dirinya sendiri, dan bahkan beberapa metode lainnya yang tidak wajar.

Ini lucu. Aku dapat menebak pikiran dalam kepala mereka dengan melihat ke mata mereka atau membaca bahasa tubuh mereka. Sebagian besar yang paling spontan, seperti menembak diri atau meloncat dari kereta api, aku pasti dengan ramah mendekati mereka. Aku juga menjelaskan bahwa tidak akan menghentikan upaya bunuh diri mereka, tetapi menawarkan agar bisa mengambil gambar saat mereka melakukan bunuh diri. Aku tidak pernah mendengar seseorang mengatakan tidak dengan tawaranku. Bahkan, mereka akan menunggu aba-abaku. Aku meminta mereka mengarahkan pistol ke kepala mereka dan memberi sinyal untuk menembak. Juga, aku menunggu sampai kereta cukup dekat karena mereka berdiri di sana , bersiap untuk melompat, dan aku memberi aba-aba “Go!”.

Beberapa orang bahkan memberitahuku nama-nama mereka sehingga aku bisa menghadiri pemakaman dan mengunjungi makam mereka. Mereka memintaku salinan foto. Aku mengiyakannya, tetapi aku mengunci foto-foto itu dalam sebuah kotak sehingga tidak ada yang mengambilnya. Dari bawah tanah, aku hampir bisa mendengar suara samar-samar " terima kasih" yang datang dari peti mati. Aku tidak bisa membuat uang dari hobiku ini. Tidak ada yang ingin mempertunjukkan karya seniku. Tapi kupikir aku telah menemukan seseorang yang akan memberiku uang.

Ini adalah komunitas bunuh diri. Aku membiarkan mereka tahu apa yang kulakukan. Mereka sangat terpesona dengan apa yang aku lakukan. Sebagai komunitas mereka tumbuh, begitu pula galeriku. Untuk saat ini kami telah menjadwalkan pemotretan. Kami memiliki galeri seni kami sendiri untuk orang-orang yang terpesona dengan bunuh diri. Aku bahkan didatangi oleh orang-orang non - bunuh diri hanya untuk mengagumi kehorroran karya artistikku. Aku sedang menghasilkan uang sekarang. Memotret orang bunuh diri sekarang adalah karirku. Ini kartu namaku. Hubungi aku jika tertarik. Kita bisa menjadwalkan kegiatan kita.

0 komentar:

Posting Komentar

 

The Dreamland Tree Copyright © 2010 | Designed by: compartidisimo