Minggu, 03 Januari 2016

Pasta

Pasta

maaf baru post :3

Ada sebuah restaurant baru bernama ‘Finnian House’. Restaurant ini menjual berbagai macam pasta mulai dari spaghetti, macaroni, fettuccine, dan beberapa hidangan pembuka seperti salad, cream soup, juga tidak ketinggalan dessert-dessert manis untuk hidangan pencuci mulut. Untuk minuman, mereka menyediakan berbagai macam jus, minuman ringan, hingga beer. 

Di depan pintu masuk toko, berdirilah Arthur, seorang wartawan sekaligus penulis amatiran. Ini pertama kalinya ia bisa langsung mewawancarai orang penting setelah sebulan ia hanya menjadi asisten wartawan. Rasanya sangat gugup dan gemetar. Didorongnya gagang pintu tersebut hingga memunculkan bunyi gemerincing dari bel yang digantung di pintu masuk.

Dilihatnya suasana elegan dengan meja dan kursi khas eropa, lampu kristal antik, bar yang ditata rapi, hingga alat-alat musik cantik di beberapa sudut ruangannya. Dengan hormat salah satu pelayan yang sedang mengelap meja menghampirinya. “Maaf sekali tuan, tapi kami belum buka saat ini. Anda dapat kembali lagi nanti siang”. 
Terbata-bata Arthur menjawab kata-kata pelayan itu “A…aku dari majalah Victoria, kemarin sudah membuat janji dengan tuan Earl untuk datang wawancara. Apakah aku datang terlalu cepat?”. Pelayan yang bernama Claude itu tersenyum dan berkata, “Kalau begitu mohon anda tunggu sebentar, saya akan memberitahu tuan Earl terlebih dahulu. Anda dapat duduk di kursi tunggu di sebelah sana.”

Arthur duduk sambil menghela nafas, baginya berbicara seperti itu lebih melelahkan dari lari 1 kilometer. Selanjutnya apa yang harus kutanyakan? Batin Arthur. Meskipun sudah ditata rapi semua pertanyaannya dalam secarik kertas, dirinya tetap saja merasa gugup. Tak lama sesosok tubuh tinggi, tegap, dan tampan datang diikuti pelayan yang bernama Claude tadi.

Senyum bisnis yang menawan, membuat Arthur terdiam beberapa saat. “Apakah anda Arthur, dari majalah Victoria yang kemarin menelepon saya?” Arthur berdiri dengan hormat, “Ya… Perkenalkan, saya Arthur dari majalah Victoria.” 

“Silahkan lewat sini, Arthur, kita berbicara santai saja ya? Mungkin kau juga bisa sekalian melihat seluruh bagian dari restaurant ini.”
Dengan canggung Arthur mengikuti langkah tuan Earl, di saat yang sama, tuan Earl berbisik kepada pelayannya.

“Saya akan menghidangkan satu menu andalan kami, Aglio Olio. Semoga anda tidak terlalu takut pedas” kata pelayan tadi kepada Arthur. Rupanya pelayan ini adalah kepala pelayan atau semacamnya. Dapat dilihat dari bajunya yang sedikit berbeda dari pelayan lain. Arthur hanya mengangguk tanda tidak keberatan. 

Kembali, tuan Earl masih sibuk menjelaskan tentang bagian-bagian dari restaurant tersebut. Dan Arthur tampak sedikit sibuk memotret serta mencatat semua hal yang dijelaskan. Restaurant ini sangat luas dan memiliki 2 tingkat. Dengan dekorasi yang antik, tidak heran jika harga yang disajikan terbilang mahal. 5 kali lipat dari harga yang biasa Arthur temui di beberapa resto pinggir jalan. 

Earl juga sempat mengatakan bahwa semua makanan yang disajikan memakai resep khusus, yang turun temurun diwariskan dalam keluarganya. Dari semua bagian di restaurant, ada sebuah pintu di dekat pintu darurat dengan tulisan di depannya, “Staff Only”. 

Mungkin ini ruangan khusus staff, apakah tuan Earl tidak mau menunjukkan sedikit gaya dan cara memasak makanan-makanan tersebut? Arthur tidak berani menanyakan pertanyaan selancang itu.

Usai berkeliling restaurant, Arthur diminta untuk mencicipi spaghetti yang menjadi menu andalan mereka, Oglio Olio. Spaghetti yang tampat lezat dihidangkan dengan minyak yang mengkilap serta taburan cabai kering dan bumbu lainnya. Satu suap dan Arthur merasakan lidahnya bergetar. Nikmat, tekstur mie yang dibuat juga tidak sembarangan.

Selesai menyantap hidangan, Arthur meminta ijin untuk ke toilet. Bukan, bukan karena spaghetti yang dia makan, melainkan karena sedari tadi Arthur memang merasa ingin buang air kecil. 

Arthur pergi ke toilet tanpa diantar oleh pelayan ataupun tuan Earl, karena sudah tahu letak toiletnya dimana. Setelah lega menyelesaikan urusan di toiletnya, Arthur tergoda untuk melihat sedikit ke ruang Staff tadi. Sedikit saja tidak apa kan, batin Arthur.
Pelan-pelan dibukanya pintu dan dengan celah yang cukup matanya menerawang kedalam.

Gelap. Tidak terlihat apapun. Sangat gelap dan bau pengap. Seketika matanya menangkap sesuatu yang menarik. Tangga. Tangga menuju ke bawah. Itu artinya ada ruang bawah tanah di restaurant ini.

Hentikan, Arthur. Itu melanggar batas etika seorang wartawan, teriaknya dalam hati. Tetapi rasa penasarannya membawa kekuatan lain. Dibukanya perlahan pintu tersebut agar tidak menimbulkan suara. Langkah demi langkah membawanya semakin dalam, menuju pintu yang lain. Pintu yang ini memiliki kaca diatasnya, sehingga Arthur bisa melihat keadaan didalam tanpa perlu membukanya.

Yang dilihatnya benar-benar membuat lutunya gemetar.

Ada 3 orang, 2 laki-laki dan 1 perempuan sedang berlari di sebuah alat yang mirip treadmill. Di tubuh mereka dipasangkan beberapa selang panjang yang terhubung ke suatu wadah. Dalam wadah tersebut terdapat suatu cairan yang bisa dibilang itu keringat mereka. Keringat dan minyak dari tubuh mereka di ekstrak sampai sedemikian rupa. 

Laki-laki yang berada paling pinggir terlihat sangat kurus dan kelelahan, sepertinya dia sudah berlari berjam-jam. Atau mungkin berhari-hari? Kemudian laki-laki tersebut terjatuh. Pria dengan badan kekar dan wajah tanpa ekspresi menghampirinya, seperti memeriksa denyut nadi dan nafasnya. Lalu pria tersebut mencabut semua selang yang ada di tubuh lelaki tadi dengan kasar, dan menyeretnya ke suatu meja besar. 

Meja itu juga memiliki selang-selang yang terhubung ke suatu wadah. Wadah tersebut berisi cairan berwarna merah. Arthur ingin menutup mata tetapi rasanya ia bahkan tidak mampu berkedip. Pisau daging yang besar seketika memisahkan tubuh lelaki tadi dari kepalanya. Dan terlihat cairan merah mulai mengalir kedalam wadah.

Di sisi lain, ada pria dengan wajah tanpa ekspresi lainnya yang menyeret seorang laki-laki dari sebuah tempat. Arthur tidak dapat melihat arah pria tersebut datang karena terbatas oleh pintu. Laki-laki yang diseretnya terlihat memelas dan berulang kali menggelengkan kepala. Tetapi sebuah tamparan keras menghantam wajahnya. Dengan pasrah lelaki tersebut dipasangi selang-selang dan mulai berlari diatas treadmill.

Di sudut kanan terlihat oleh Arthur tubuh-tubuh manusia tanpa kulit digantung terbalik. Dan disampingnya terlihat pria besar tanpa ekspresi lainnya yang sedang mencuci tulang-tulang, kumpulan daging, dan organ-organ tubuh yang diyakini milik manusia. Kemudian ia memasukkan tulang, daging, dan beberapa jeroan ke 3 mesin penggiling yang berbeda. 

Menit-menit yang dihabiskan Arthur terasa sangatlah panjang. Arthur merasa kakinya lemas, sampai sebuah suara membuatnya tersentak. Suara yang dikenalnya sangat kharismatik. Tuan Earl!

“Manusia memang sangat bermanfaat ya? Aku bahkan bisa membuat adonan pasta terenak dari bubuk tulangnya, minyak terbaik dari keringatnya, daging terlezat dari daging dan beberapa organ tubuhnya, serta tidak lupa, wine nomor satu dari ekstrak darahnya…..”

0 komentar:

Posting Komentar

 

The Dreamland Tree Copyright © 2010 | Designed by: compartidisimo